Dikutip dari Databox, yang bersumber dari data Direktorat Jenderal Kependudukan (Dukcapil) per Juni 2022, Populasi DKI Jakarta adalah sebesar 11.249.585 jiwa dan pada siang hari, secara umum dan siang hari jumlah tersebut membengkak menjadi sekitar 12 juta jiwa! Dengan demikian, dengan luas wilayah daratan seluas 664,01 km2, maka kepadatan provinsi ini adalah 16,941.89 per km2! Gila kan! Ya, secara umum Pulau Jawa adalah salah satu pulau terpadat di Dunia1.
Dengan kondisi demikian, mirisnya jumlah kendaraan bermotor di Ibu Kota mencapai 26,37 juta unit pada 2022 dengan tren yang meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat 17,3 juta unit sepeda motor di DKI Jakarta atau setara 65,6% dari total kendaraan bermotor di kota tersebut, dengan rincian 3,76 juta mobil penumpang, 748,39 ribu unit truk, dan 37,18 ribu unit bus di DKI Jakarta pada 2022 (Databoks).
Tidak heran jika Jakarta memiliki masalah kemacetan yang kronis, penggunaan BBM yang tidak efisien, kualitas udara yang rendah, tingkat kecelakaan lalu lintas yang tinggi, tingkat kenyamanan berkendara yang buruk, serta tingkat kemalasan berjalan kaki yang tinggi. Belum lagi fasilitas pendukung kaum disabilitas yang masih minim menyebabkan eksposure di luar ruangan untuk kaum difabel di Jakarta menjadi sangat rendah.
Penggunaan kendaraan bermotor yang berlebihan di Jakarta kerap menyebabkan Deadlock. Dengan mindset penegak hukum lalu lintas dan kebijakan yang tidak tepat sasaran seperti kemacetan yang terjadi pada tanggal 14 April 2023 di dekat Pasar Santa akibat rekayasa lalu lintas dan penggusuran jalur sepeda dan trotoar beberapa waktu yang lalu, kerap kali kebijakan tidak dilakukan dengan matang tanpa melihat akar permasalahan yang lebih krusial, yakni Pengurangan Penggunaan Kendaraan Bermotor Pribadi. Mirisnya, pembangunan Jalur Sepeda seringkali dianggap biang kemacetan.
Peta Jalan kebijakan penggunakan kendaraan bermotor pribadi harus segera dilakukan, yang melibatkan beberapa sektor dan aktor diantaranya:
- Perhubungan dan Infrastruktur (Kemenhub, Dishub, Bina Marga):
- Penyediaan Layanan Transportasi Publik beserta fasilitas pendukungnya (stasiun, transit, terminal, halte, dll.)
- Penerapan Pembangunan Berorientasi Transit (Transit Oriented Development)
- Pembatasan akses kendaraan pribadi (Electronic Road Pricing, Ganjil Genap, 3 in 1)
- Penyediaan layanan infrastruktur mobilitas aktif seperti Pejalan kaki & Pesepeda (trotoar, jalur sepeda, pelican crossing)
- Keuangan, Perindustrian & Perdagangan (Kemenkeu, Perindag):
- Peningkatan Pajak Kendaraan Bermotor Pribadi
- Peningkatan Harga BBM
- Penerapan Cukai Karbon
- Penerapan Cukai Emisi
- Perketat impor dan Produksi Kendaraan Bermotor Pribadi
- Penerapan pajak berdasarkan dimensi kendaraan
- Pelarangan impor dan produksi kendaraan tidak ramah emisi udara & suara
- Gakum (POLRI, Dishub):
- Penindakan pelanggaran lalu lintas (parkir liar, batas kecepatan, batas kebisingan, kelengkapan berkendara)
- Memperketat perolehan Surat Izin Mengemudi
- Penindakan pelanggaran standar kebisingan kendaraan bermotor
- Pihak Swasta:
- Mempromosikan Green Architecture
- Mempromosikan konsep Open Building
- Mempromosikan Facade Design
- Memberikan benefit kepada pengguna transportasi publik dan pesepeda (Discount, Voucher, dll.)
- Tata ruang & permukiman:
- Pengurangan ruang dan peningkatan tarif parkir kendaraan bermotor
- Low Emission Zone
- Low Traffic Neighborhood
- Pedestrian Zone
- Pembangunan Permukiman Vertikal & terjangkau
- Penghijauan Jalan & peningkatan indeks naungan (shade index)
- Pendidikan (Pemimpin Daerah, Media, Komunitas):
- Mendorong active mobility
- Meningkatkan kesadaran sejak dini untuk bermobilitas aktif
- Program Bike to School dan Bike to Work
- Pembuatan konten media yang mempromosikan penggunaan transportasi publik dan sepeda
Dengan demikian terciptanya Pentahelix Kebijakan Pengurangan Kendaraan Bermotor dapat diwujudkan. Kenapa pentahelix? karena kebijakan ini tidak bisa hanya dilakukan secara parsial, hanya melibatkan satu atau dua sektor saja tanpa berkolaborasi dengan multi pihak.
Seringkali kebijakan-kebijakan di atas dibentur-benturkan dengan alasan ekonomi atau kemajuan pembangunan. Padahal Kebijakan green growth seharusnya tidak bertentangan dengan upaya-upaya peningkatan kualitas hidup dan lingkungan, atau bahkan justru mendorong adanya sektor-sektor ekonomi baru yang berkelanjutan. Dengan demikian, Pentahelix ini perlu juga bersifat Inklusif, yang memikirkan dampak serta keterlibatan masyarakat kelas bawah dan termarjinalkan. Untuk itu perlu dilibatkan pula aktor-aktor dari sektor sosial seperti Dinas Sosial, UMKM, LSM, dan sektor swasta yang meliputi aktivitas berikut:
- Penciptaan Lapangan Kerja Baru (green jobs)
- Program transisi profesi
- Penataan dan Penciptaan ruang untuk UMKM